TAYAMMUM
Pengertian Tayamum
Secara bahasa, tayamum artinya menyengaja. Adapun menurut istilah syar’i tayamum artinya mengambil tanah yang suci untuk digunakan mengusap muka dan tangan dengan niat untuk menghilangkan hadats karena tidak mendapatkan air atau berhalangan menggunakan air.
Dasar Hukum Tayamum
Ketentuan dan dasar hukum tentang tayamum disebutkan dalam Alquran, hadits, dan ijma’ ulama. Dasar dari Alquran tentang tayamum disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (WC) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia ingin membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat_Nya untukmu supaya kamu bersyukur.” Adapun dasar tentang tayamum dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah banyak, tetapi salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “kami pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktu beliau shalat mengimami kami. Tatkala shalat selesai, ada seorang laki-laki yang shalat sendirian, memisahkan diri dari orang banyak. Beliau bertanya kepadanya, ‘Wahai fulan, mengapa kamu tidak shalat bergabung dengan orang banyak?’ Orang tersebut menjawab, ‘Wahai Nabi Allah, tadi malam saya junub tetapi saya tidak mendapatkan air.’ Beliau menjawab, ‘Kamu boleh bersuci dengan tanah, dan hal itu sudah cukup bagimu’.”
Ada hadits lain yang menjadi dasar hukum tayamum, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan saya diberi lima kelebihan yang tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumku….. Dijadikan bumi sebagai tempat shalat dan alat pembersih. Oleh karena itu, siapa saja dari kalangan umatku yang kedatangan waktu shalat hendaklah segera saja shalat (dimana pun dia berada).”
Kemudian, dasar tentang tayamum dari ijma’ ulama juga telah kita kenal. Para ulama telah ijma’ (sepakat) disyari’atkannya tayamum. Kita kaum muslimin bisa bersuci dengan dua cara, yaitu dengan air dan tanah. Bersuci dengan tanah diperuntukkan bagi mereka yang tidak mendapatkan air atau berhalangan menggunakan air. Barangsiapa yang mendapatkan air dan tidak berhalangan untuk menggunakannya, maka wajib bersuci menggunakan air. Barangsiapa yang berhalangan menggunakan air atau tidak mendapatkan air, maka dia diperbolehkan bertayamum. Kedudukan tayamum sama sebagai-mana kedudukan bersuci dengan air, yaitu berwudhu’ atau mandi.
Dengan demikian, seorang muslim yang berhalangan menggunakan air atau tidak mendapatkan air hendaklah bertayamum kapan pun dia perlu. Dan tayamum tersebut bisa menghilangkan hadats, baik hadats besar maupun kecil.
Tayamum tidak boleh lagi bagi seseorang apabila telah mendapatkan air. Dan tayamum dilakukan apabila seorang mendapatkan hal-hal yang mengharuskan berwudhu’ atau mandi. Dan satu kali tayamum bisa menghilangkan berbagai hadats sekaligus, baik besar maupun kecil bila memang dia meniatkannya.
Faktor yang membolehkan bertayamum
Faktor-faktor yang membolehkan seseorang bertayamum sangat perlu diketahui dan diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keabsahan (syahnya) ibadah. Kalau diperhatikan sikap sebagian kaum muslimin dalam bertayamum, akan ditemukan sikap-sikap acuh, dan remeh serta menyepelekan ketentuan-ketentuannya. Ada orang yang bertayamum karena takut antri yang panjang di kamar mandi, sementara shalat telah ditegakkan, ia mengambil jalur yang ringkas dengan bertayamum saja. Hal ini banyak dilakukan oleh jamaah haji Indonesia di masjidil haram atau mesjid nabawi. Penulis akan mencantumkan faktor penyebab dibolehkannya bertayamum. Semua sebab-sebab ini kembali kepada satu mmasalah yaitu: ketidakmampuan memakai air. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Jika tidak mendapatkan air, ataupun ada, namun tidak mencukupi untuk bersuci. Berdasarkan hadits Imran ibn Hushain ra, ia berkata:
"Kami bersama Rasulullah saw dalam satu perjalanan, maka beliau saw shalat mengimami manusia. Seketika itu, ada seorang laki-laki memisahkan diri, beliau saw bertanya: "Apa yang menghalangimu untuk shalat?" Ia menjawab: aku dalam kondisi junub, dan air tidak ada. Beliau saw bersabda: "Bersucilah dengan tanah, karena itu telah mencukupkanmu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun sebelum bertayamum, ia harus berusaha mencari air dari temannya, di sekeliling tempat tinggalnya, atau dari sumber air yang lebih dekat dengannya. Jika dia yakin air tidak ada, atau sumber air yang iauh, maka tidaklah perlu untuk mencarinya. Dengan demikian barulah ia dibolehkan bertayamum.
2. Jika sakit atau luka dan ia khawatir jika memakai air akan menambah sakitnya atau memperlambat kesembuhan, baik hal itu diketahui berdasarkan pengalaman, atau informasi dari dokter yang dipercaya.
3. Jika air sangat dingin dan besar kemungkinan akan mencelakakannya bilamana ia tetap memakai air, dengan syarat ia tidak mampu memanaskan air walaupun harus membayar dengan uang, atau tidak mungkin masuk ke kamar mandi.
4. Jika air itu dekat dari dirinya, namun ia khawatir terhadap dirinya, atau kehormatan dan hartanya. Atau ia khawatir kehilangan teman, atau antara ia dan air dihalangi oleh musuh yang ditakutinya. Atau ia terpenjara, atau ia tidak mampu mengeluarkan air (dari sumur), karena tidak memilik alatnya seperti tali atau ember. Maka walaupun air dekat dari dirinya, namun keberadaan air dalam kondisi ini sama dengan tidak ada air, karena ia tidak bisa menggunakan air tersebut.
5. Jika ia membutuhkan air pada waktu itu, atau waktu yang akan datang, untuk keperluan minumnya sendiri atau minuman orang yang lain, atau diperlukan untuk memasak, atau untuk membersihkan najis, maka ia boleh bertayamum dan air yang dimilikinya disimpan dengan baik untuk keperluan yang disebutkan tadi. Seperti orang yang memiliki air yang terbatas, kalau ia gunakan untuk berwudhu' dikhawatirkan ia akan mati kehausan.
6. Jika ia mampu memakai air, namun dikhawatirkan waktu shalat habis disebabkan oleh waktu yang terpakai dalam memakai air dengan berwudhu' atau mandi, maka ia bertayamum dan melakukan shalat kemudian ia tidak perlu mengulang kembali wudhu' atau shalatnya. Hal ini berbeda dengan orang yang bertayamum karena khawatir ketinggalan shalat berjamaah -seperti yang dilakukan oleh kebanyakan jamaah haji Indonesia- sementara waktu shalat masih panjang. Maka hal ini tidak boleh bertayamum, namun ia harus pergi berwudhu' dengan sempurna
7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar