ETOS KERJA
A. Pendahuluan
Dialah Yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. al-Mulk:15)
Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia, paling kurang ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Artinya, bagi setiap orang harus tersedia tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya, sehingga ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah serta berbagai tugas lainnya. Untuk mewujudkan hal itu, Islam mengajarkan, setiap orang dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan rezeki pemberian Allah SWT.
Ajaran Islam, menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Banyak ajaran Islam yang secara idealis memotivasi seseorang, seringkali menjadi kontra produktif dalam pengamalannya. Ajaran “tawakkal” yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah tidaklah berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Nabi Muhammad SAW, dalam sejumlah hadits, sangat menghargai “kerja”, seperti salah satu haditsnya yang berbunyi, “Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang tinggi dari sarangnya pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang.”
Hadits di atas sebenarnya menganjurkan orang untuk bekerja, bahkan harus meninggalkan tempat tinggal pada pagi hari untuk mencari nafkah, bukan sebaliknya pasrah berdiam diri di tempat tinggal menunggu tersedianya kebutuhan hidup. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW yang berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.
Dalam beberapa ayat di Al Qur’an, Allah telah menjamin rezeki dalam kehidupan seseorang, namun tidak akan diperoleh kecuali dengan bekerja atau berusaha, antara lain pada Surah Al-Jumu’ah ayat 10, dinyatakan; “Apabila telah ditunaikan Shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan untuk memotivasi kegiatan perdagangan (bisnis), Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada.” (HR Tirmidzi). Dan pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa: “Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari)
B. Pengertian Etos Kerja
Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas .
Menurut Toto Tasmara, Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) Pendorang timbulnya perbuatan
(b) Penggairah dalam aktivitas
(c) Penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan
(d)
C. Hadis-Hadis tetang Etos Kerja
Sesuai dengan konsep para ahli tentang etos kerja dalam pembahasan tersebut sebenarnya sudah ada motivasi Rasulullah yang besar terhadap etos kerja tersebut untuk itu penting sekali bahwa dalam makalah ini kami cantumkan hadis-hadis yang kami dapatkan yang berkaitan dengan etos kerja:
1. Pekerjaan Yang Paling Baik
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ.
Artinya : “Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW ditanya, “apa mata pencaharian yang paling baik? “Nabi menjawab, “seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih. “(Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim)
Penjelasan
Penjelasan hadis dan dhalil yang berhubungan Penyebutan “pekerjaan tangan” setelah kata “usaha” merupakan penyebutan kata yang bersifat khusus setelah kata yang bersifat umum, sebab cakupan kata “usaha” lebih luas, bisa saja berupa kerja tngan ataupun yang lainnya. Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi tidak dibenarkan seseorang duduk berpangku tangan mengharapkan datangnya rejeki hanya dengan berdoa tanpa mengiringi dengan usaha atau seseorang yang hanya mengandalkan kemampuan dirinya dan melupakan pertolongan Allah SWT dan tidak mau berdoa kepadaNya. Islam menganjurkan dalam memenuhi kebutuhuan hidupnya, manusia mengimbangi antara doa dan ikhtiar.
Salah satu dari sekian banyaknya ayat Al-quran yang menyuruh manusia untuk bekerja dan memanfaatkan berbagai hal yang ada di dunia untuk memenuhi kebutuhan adalah : “…. Maka bertebaranlah kamu dimuka bumi ; dan carilah karunia Allah. “(Q.S.Al-Jumuah: 10)
Ayat inipun menunjukkan jika manusia ingin sukses maka ia harus bekerja keras. Telah menjadi sunnatullah di dunia ini bahwa kemakmuran, kesuksesan dan keberhasilan akan dicapai dengan kerja keras dan memanfaatkan segala potensi untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Oleh sebab itu, seorang muslim selayaknya mengaluarkan segala kemampuannya untuk mencari rejeki. Dalam mencari rejeki tidaklah hanya mengharapkan penghasilan yang melimpah semata, tanpa mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan, tapi harus sesuai dengan aturan syariat islam, yaitu usahanya haruslah halal. Sebaiknya dalam bekerja ia menggunakan tangannya sendiri atau kemampuan sendiri, karena sebagaimana dijelaskan dalam hadis itu adalah pekerjaan yang paling baik. Dalam hadis lainpun dinyatakan:
“Dari miqdam r.a.. Nabi SAW telah bersabda, “Tidaklah seseorang makan sesuatu lebih baik daripada makanan yang dihasilkan melalui tangannya (usahanya) sendiri. Dan sungguh Nabi Daud A.S telah makan dari hasil tanganya. “
Dari hadis ini ditegaskan betapa mulianya orang-orang yang mau menggunakan tangan dan kemampuannya. Walaupun harta yang diperoleh dari usahanya sedikit, tapi lebih berharga dan bernilai daripada harta warisan atau pemberian orang lain yang belum tentu selamanya ridha dan mampu membiayai hidupnya. Kelebihan dari rejeki yang dihasilkan dengan kerja keras sendiri adalah menumbuhkan sifat lebih hemat karena telah bisa merasakan bagaimana susahnya mencari rejeki, menyibukkan diri denganurusan-ursan mubah sehingga dapat mengurangi pengangguran, permainan, dsb. Selain itu juga dapat menjaga kehormatan diri dari meminta-minta serta ketergantungan kepada orang lain, juga mempunyai kenikmatan tersendiri daripada hasil kerja orang.
Dalam hadis awal juga dikatakan bahwa jual beli juga termasuk dalam pekerjaan yang paling baik, tapi jual beli yang dimaksud adalah jual beli yang jujur dan tidak melanggar aturan-aturan agama. Hasil penelitian menyatakan bahwa rahasia kesuksesan seorang pengusaha adalah dia melakukan usahanya dengan jujur. Karena tujuan dagang bukanlah semata-mata untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tapi juga untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang lain dan hartanya itu tidak lain hanya untuk bekal hidup didunia dalam rangka pengabdian kepada-Nya.
Maka dari itu sebagai seorang muslim hendaknya lebih mengutamakan kehalalan dan kebersihan, karena Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. Sedangkan Asbabun Wurud hadis tersebut adalah ketika Rifa’ah mengatakan bahwa sebab dari datangnya hadis ini adalah ketika Rasul ditanya tentang amal usaha yanag paling baik. Kemudian Rasul menjawab dengan hadis tersebut.
2. Larangan Meminta-Minta
١. عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْيَدَ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ
٢. وَعَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ.
٣. أَبُو هُرَيْرَةَ، قَالَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم : لأنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
Artinya :
1. “ibnu Umar r.a. berkata “Ketika Nabi SAW. Berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tngan yang dibawah, tangan yang diatas memberi dan tangan yang dibawah meminta.“
2. Hakim bin hazim berkata “Nabi SAW bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yng dibawah, dan dahulukan keluargamu (orang-orang yang wajib kamu beri belanja), dan sebaik-baiknya sedakah itu dari kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan diri (tidak minta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa yang beriman merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan.” (Dikeluarkan oleh imam Bukhari dalam “Kitb Zakat” bab “Tidak ada zakat kecuali dari orang yang kaya)
3. “Abu hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda Jika seseorang itu pergi mencari kayu lalu diangkat seikat kayu diatas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik daripada minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak.” (Dikeluarkan oleh imam Bukhari dalam kitab,”Jual Beli Buyu” bab “Kasab seseorang laki-laki dan bekerja dengan tangannya sendiri.”)
Penjelasan
Agama islam sangat mencela orang-orang yang meminta-minta dan tidak mau berusaha, padahal mereka memiliki kemampuan untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat. Keadaan yang menggantungkan hidupnya pada orang lain ini sangat tidak sesuai dengan sifat umat islam yang kuat dan mulia, sebagaimana firman Allah SWT: “Kekuatan itu bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi kaum mukminin”. (Q.S.munafiqun: 8)
Artinya, mereka yang meminta-minta ini tidak hanya merendahkan dirinya tapi juga mereka telah merendahkan agama islam yang melarang perbuatan tersebut. Mereka juga dikatakan KUFUR NIKMAT. Dalam ketiga hadis diatas dinyatakan secara tegas bahwa tangan diatas (pemberi) lebih baik dan tinggi derajatnya daripada tangan yang dibawah (orang yang diberi). Meskipun usaha yang kita lakukan dipandang hina oleh manusia, itu lebih baik daripada meminta-minta. Padahal harta yang diperoleh dari mint-minta itu sama dengan mengumpulkan bara api, sebagaimana sabda Rasul:
“Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “siapa yang meminta-minta untuk memperbanyak kekayaannya, ia tiada lain hanya memperbanyak bara api. Maka terserah padanya, apakah ia akan mengurangi atau memperbanyaknya”. (H.R.Muslim)
Sebagian jumhur ulama mengatakan, tngan dibawah adalah yang menerima sedekah, baik yang didahului dengan meminta atau tidak. Tapi pendapat ini tidak disetujui oleh sebagian ulama lain dengan alasan bahwa sedekah jatuh ketangan Allah sebelum sampai ketangan penerimanya. Ibn Al Arabi berkata, “Kesimpulannya, bahwa tangan yang dibawah adlah tangan peminta. Adapun tangan penerima tidaklah demikian, krena tangan Allah adalah pemberi sekaligus penerima, dan keduanya sama-sama kanan.”
Dalam hadis juga disinggung tentang etika bersedekah yaitu sedekah yang dikeluarkan setelah dipenuhi hak-hak diri serta keluarga, dimana orang yang telah mengeluarkan sedekah tidak berubah menjadi orang yang membutuhkan bantuan orang lain. Apabila harta yang dimiliki hanya terbatas, maka ia tidak boleh mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri, bahkan haram hukumnya. Karena jika ia mengutamakan orang lain, akan mengakibatkan kebinasaan dan kemudharatan bagi dirinya. Apabila kewajiban-kewajibannya telah terpenuhi, maka seseorang boleh mengutamakan orang lain daripada dirinya, bahkan sedekah dalam kondisi ini lebih utama, karena selain mendapat pahala kelak diakhirat, Allah juga akan mencukupkan rejekinya didunia. Rasulullah SAW melalui hadis-hadis ini memotivasi orang kaya untuk bersedekah dan menganjurkan orang miskin untuk tidak meminta-minta. Atau, beliau menganjurkan untuk menjaga kehormatan diri serta mencela meminta-minta.
Asbabun wurud
Sebagaimana tercantum dalam al Jami’ul Kabir dari Muhammad ibn Athiyah as Sa’dy: “Ayahku menceritakan kepadaku: “Aku datang berkunjung kepada Rasulullah SAW bersama dengan rombongan Bani Sa’ad ibn Bahar, sedangkan aku adalah yang terkecil diantara rombongan itu. Maka aku ditempetkan dicelah-celah kendaraan mereka. Mereka datang menemui Rasul untuk memenuhi hajat mereka. Beliau bertanya: “Apakah masih ada yang tertinggal?”. Mereka menjawab: “Benar wahai Rasul, yaitu seorang anak kecil diatas kendaraan kami”. Maka Beliau menyuruh mereka memanggil saya. “Penuhilah permintaan Rasulullah”, seru yang lain. Ketika aku telah berada dekat Rasulullah, Beliau bersabda: “Semoga Allah mengayakanmu, janganlah engkau suka meminta-minta sesuatu, karena sesungguhnya tangan diatas adalah tangan yang mmberi, sedangkan tangan yang dibawh adalah yang diberi. Sesungguhnya harta Allah diminta dan yang memberi”. Maka Rasulullah SAW berbincang-bincang dengan saya dengan bahasa kami.
3. Mukmin Yang Kuat Bekerja Mendapat Pujian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ أَصَابَك شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Artinya : Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebah baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu ia dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah. janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu tetapi katakanlah “Allah SWT telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata “kalau” akan mendorong pada perbuatan setan.” (H.R.Muslim)
Penjelasan
Hadis diatas mengandung tiga perintah dan larangan yaitu :
1. Memperkuat iman
Setiap orang mempunyai tingkat keimanan yang berbeda-beda. Ada yang kuat imannya dan ada yang lemah. Orang yang kuat imannya akan selalu mengisi keimanannya dengan amal shaleh, sehingga akan memberikan kemuliaan bagi dirinya. Sedangkan orang yang lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya sebagai orang yang beriman. Kuat tidaknya iman seseorang,tidak hanya dapat dilihat dari tingkah lakunya, tapi juga dapat dipahami dalam realitas kehidupan. Misalnya dari segi kekuatan badan, tidak loyo, tegar, dll. Orang yang kuat jasmaninya, akan siap untuk beribadah dan berjuang untuk membela agama Allah SWT. mMaka dari itu kita harus selalu menjaga keimanan kita dan mnghiasinya dengan sesuatu yang positif.
2. Perintah untuk memanfaatkan waktu
Manfaatkanlah waktu sebaik mungkin dan seefektif mungkin untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Karena Rasulullah SAW menginginkan umatnya mendapatkan kebagiaan didunia maupun diakhirat. Dalam realita kehidupan, banyak orang yang sukses dan berhasil karena mereka benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Pepatah arab mengatakan: “waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya (menggunakannya untuk memotong), ia akan memotongmu (menggilaskanmu).”
3. Memohon pertolongan Allah SWT
Setiap perbuatan yang kita lakukan harus dibarengi dengan doa, karena ikhtiar saja tidak cukup. Seseorang tidak akan mencapai kesuksesan tnpa pertolongan Allah. Maka dari itu, perbanyaklah doa agar Allah selalu menolong apa yang kita lakukan. Dalam shalat perbanyaklah membaca:
“Hanya kepada-Mu aku beribadah dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan.” (Q.S.Al Fatihah: 5) orang yang tidak pernah memohon pertolongan kepada Allah, ia dianggap sombong dan keimanannya masih dipertanyakan.
4. Larangan membiarkan kelemahan dan luput dalam khayalan yang tidak pasti
Setiap orang harus berusaha untuk mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya karena Allah SWT tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak berusaha mengubahnya. Fiman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya.” (Q.S.Ar Ra’du: 11) Larangan untuk mengatakan “kalau” (seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini) Allah. Karena dalam berusaha, kita tidak dapat memastikan selamanya akan berhasil, pasti akan ada kegagalan. Pernyataan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului kehendak Allah SWT bahwa suatu usaha akan berhasil jika Allah tidak menghendakinya.
D. Kesimpulan
Dari dalil hadis dan ayat al-Qur’an di atas dapat difahami bahwa etos kerja dalam islam adalah sangat penting karena hal tersebut merupakan ajaran islam. Orang yang tidak memiliki semangat bekerja sebenarnya manusia yang demikian adalah manusia yang dikategorikan belum sempurna keislamannya, imannya serta tanggung jawabnya dimuka bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bukhari, Sahih Sunan Bukhari,
Dawud, Abu. Sahih sunan Abi Dawud,
DEPAG RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1996.
Rahmat Fauza. Etos Kerja, Selasa, 10 November 2009 posted in http://www. w4kg3ng.co.cc/2009/11/etos-kerja.html, diakses 10 Nopember 2010.
Sinamo, Etos Kerja Profesional Di Era Digital Global, Jakarta: Institut Darma Mahardika 2003.
Tasmara, Toto Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta: Gema Insani, 2002.
syukron..sangat bermanfat..izin share..
BalasHapus