Oleh : Muhdlar Abdullah*
BAB I
Pendahuluan
Sebelum kami menjelskan Hakekat Pendidik dan Pesrta Didik pelu kiranya kami menjelaskan apa pendidikan itu. Menurut Ki Hajar Dewantara, pengertian secara umum adalah selalu berdasarkan pada apa yang dapat kita saksikan dalam semua macam pendidikan, maka dengan demikian teranglah bahwa yang dinamakan pendidikan yaitu tuntunan dadalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun yang di maksud dengan pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak tersebut agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Dan perlu kita ketahui bahwa di dalam “pendidikan” mempunyai pengertian suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan, diantaranya adalah :
1)Didalam bimbingan ada pembimbingnya ( pendidik ) dan yang dibimbing (terdidik).
2)Bimbingan mempunyai arah yang bertitik tolak pada dasar pendidikan dan berakhir pada tujuaqn pendidikan.
3)Bimbingan berlangsung pada suatu tempat, lingkungan atau lembaga pendidikan tertentu.
4)Bimbingan merupakan proses, maka harus proses ini berlangsung dalam jangka waktu terntu.
5)Didalam bimbingan harus mempunyai bahan yang akan disampaikan pada anak didik untuk mengembangkan pribadi seperti yang di inginkan.
6)Didalam bimbingan menggunakan metode tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Pendidik
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.
Jika menjelaskan pendidik ini selalu dikaitkan dengan bidang tugas dan pekejaan, maka fareable yang melekat adalah lembaga pendidika. Dan ini juga menunjukkan bahwa akhirnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada diri seseorang yang tugasnya adalah mendidik atau memberrikan pendidikan.
a.Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik.
Tugas-tugas dari seorang pendidik adalah :
1)Membimbing peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
2)Menciptakan situasi untuk pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidik dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3)Seorang penddidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan keagamaan, dan lain sebagainya.
Seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membaha hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan tanggung jawab dari seorang pendidik adalah :
1)Bertanggung moral.
2)Bertanggung jawab dalam bidang pedidikan.
3)Tanggung jawab kemasyarakatan.
4)Bertanggung jawab dalam bidang keilmuan.
b.Tujuan Pendidik.
Pendidik adalah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab untuk memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya demi mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk tuhan, makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Orang yang pertama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orang tuanya, karena adanya pertalian darah secara langsung sehingga ia mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masa depan anaknya.
Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun karena mereka tidak mempunayai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang dikira mampu atau berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik.
B. Syarat-syarat dan Sifat-sifat yang Harus dimiliki oleh Seorang Pendidik.
Syarat-syarat umum bagi seorang pendidik adalah : Sehat Jasmani dan Sehat Rohani. Menurut H. Mubangit, syarat untuk menjadi seorang pendidik yaitu :
1)Harus beragama.
2)Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama.
3)Tidak kalah dengan guru-guru umum lainnya dalam membentuk Negara yang demokratis.
4)Harus memiliki perasaan panggilan murni.
Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah :
1)Integritas peribadi, peribadi yang segala aspeknya berkembang secara harmonis.
2)Integritas sosial, yaitu peribadi yang merupakan satuan dengan masyarakat.
3)Integritas susila, yaitu peribadi yang telah menyatukan diri dengan norma-norma susila yang dipilihnya.
Adapun menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertenru agar ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh beliau adalah :
1)Memiliki sifat Zuhud, dalam artian tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridha Allah.
2)Seorang Guru harus jauh dari dosa besar.
3)Ikhlas dalam pekerjaan.
4)Bersifat pemaaf.
5)Harus mencintai peserta didiknya.
C.Hakekat Peserta Didik
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kpdrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan, antara lain :
1). Aspek Paedogogis.
Dalam aspek ini para pendidik mendorang manusia sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataannya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dresser. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan kearah yang diciptakan.
2). Aspek Sosiologi dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi, pada perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhlik yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
3). Aspek Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, menurut para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga homoriligius (makhluk yang beragama).
KESIMPULAN
Pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.
Seorang pendidik mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa” tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta 2005.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1984.
Suwarno, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta :Rineka cipta, 1981.
H. M. Arifin, Ilmu Pendidian Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991.
Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1998.
Nasution S. Sosialisasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
* Adalah Mahasiswa Jurtusan Pendidikan Bahasa Arab Fak. Tarbiyah IAIN SUnan Ampel Surabaya angkatan 2007.
Mukhlis Fahruddin
• Home
• Profile
• Artikel
• Pendidikan
• Islam
Hubungan Pendidik dan Metode Pengajaran
Mukhlis F, Selasa, 31 Maret 2009
• Pendahuluan
Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua belah pihak yaitu: pendidik dan peserta didik. Keterlibatan dua pihak tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (human interaction). Hubungan itu akan serasi jika jelas kedudukan masing-masing pihak secara profesional, yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang memiliki hak dan kewajiban. Lebih jelas lagi Tahziduhu Ndraha menambahkan bahwa proses belajar-mengajar terlibat empat pihak, yaitu: (i) pihak yang berusaha belajar-mengajar, (ii) pihak yang berusaha belajar (iii) pihak yang merupakan sumber pelajaran, dan (iv) pihak yang berkepentingan atas hasil (out come) proeses belajar-mengajar.
Dalam proses belajar-mengajar, pendidik memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor). Dengan kata lain tugas dan peran pendidik yang utama terletak di bidang pengajaran. Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu seorang pendidik dituntut untuk dapat mengelola (manajemen) kelas, penggunaan metode mengajar, strategi mengajar, maupun sikap dan karakteristik pendidik dalam mengelola proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan pengajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Ketidak pahaman terhadap hakikat metode maka si pendidik tidak bijaksana dalam memilih dan menggunakan metode. Singkatnya kualitas pendidikan sangat dipengaruhi kualitas pendidiknya.
Salahnya pemahaman seorang pendidik terhadap dirinya, memungkinkan si pendidik tidak mampu secara baik memerankan diri sebagai pendidik, dan tidak memenuhi kualifikasi sebagai pendidik. pendidik seharusnya digugu lan ditiru, atau tut wuri handayani. Beberapa kasus banyak kita temukan perbuatan asusila dilakukan oleh pendidik, yang seharusnya tidak terjadi jika mengingat kualifikasi seorang pendidik. hal ini selanjutnya akan menjadi problem tersendiri dalam kegiatan pendidikan. Problem-problem ini terjadi dikarenakan adanya problem filosofis yang belum tertanam dalam diri seorang pendidik. Problem mentalitas; orientasi, keikhlasan, peran, niatan, tuntutan kesejateraan, kepribadian dan lain sebagainya. Selanjutnya adalah problem kapabilitas pendidik; kompetensi, profesionalisme dan lain sebagainya. Tentunya banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas seorang pendidik.
Problem kompetensi diantaranya adalah metode yang harus dipilih dan digunakan oleh seorang pendidik dalam kegiatan belajar mengajar. Jika pendidik tidak memahami dirinya maka berakibat kepada kinerja, penggunaan media dan pemilihan metode pembelajaran, jika tidak memahami metode maka dampak yang lebih besar adalah kepada keberhasilan dia dalam mendidik anak. Pemahaman keduanya tentang pendidik dan metode sangatlah penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan, dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Pendidik dalam pembelajaran pasti menggunakan metode.
Untuk mengatasi problem diatas dan untuk memperbaiki kualitas pendidik, maka kajian tentang pendidik dan pengajaran sangat penting untuk dilakukan. Fokus kajian dalam makalah ini adalah tentang hakekat pendidik, hakekat metode, hubungan antara pendidik dan operasionalisasinya. Pembahasan ini diharapkan akan mampu memecahkan problem filosofis seputar pendidik, metode, serta operasionalisasinya
Hakikat Pendidik.
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Secara khusus pendidikan dalma perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik , baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan.
Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak bahwa ketika menjelaskan pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan. Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang melekat adalah lembaga pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak terikat dengan lembaga pendidikan. Ini menunjukan bahwa pada akhirnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam pendidikan ada proses belajar mengajar dengan kata lain adalah pengajaran.
Persyaratan dan Sifat Pendidik
Pendidik pendidikan Islam bukan hanya mentransferkan pengetahuan Islam saja, namun harus dapat membentuk pribadi peserta didik untuk dapat memiliki akhlak yang mulia (internalisasi nilai al-Qur'an dan al-Hadits ), membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, dan mampu untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhoi oleh Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kecakapan dan pengetahuan dasar haruslah dimiliki oleh pendidik, sebagaimana disampaikan oleh Winarno Surachmad dengan mengadopsi istilah ‘guru’ sebagai berikut : (a) Pendidik harus mengenal peserta didik yang dipercayakan kepadanya, (b) memiliki kecakapan memberi bimbingan. (c) Memiliki dasar pengetahuan yang jelas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan. (d) Pendidik harus memiliki pengetahuan yang bulat (pen: teruji) dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.
Mengacu pada ungkapan di atas bahwa pendidik adalah bukan asal pandang saja, melainkan dia harus menyadari akan tugas dan tanggung jawab yang berat. Dia harus berkompeten di bidangnya, dia harus memiliki kecakapan dan pengetahuan dasar yang cukup dan sebagainya. Untuk itu seorang pendidik harus memenuhi berbagai persyaratan baik persyaratan fisik, psikis, mental, moral maupun intelektual yang terangkum dalam persyaratan profesionalnya.
Ada tiga persyaratan atau ciri dasar (sifat) yang selalu dapat dilihat pada setiap profesional yang baik mengenai etos kerjanya. Yaitu (1) Keinginan untuk menjungjung tinggi mutu pekerjaan (job quality); (2) Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan; dan (3) Keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesioanalnya. Pemenuhan syarat-syarat diatas adalah kondisi ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, bagaimana realitas wajah pendidik di Indonesia?
An-Nahlawi menyebutkan karakteristik pendidik muslim adalah; mempunyai watak/sifat Rubbaniyah, ikhlas, sabar, jujur, mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi, mampu mengelola kelas, mengetahui kehidupan psikis peserta didik. Tangggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia, dan adil terhadap peserta didik. Menambahkan hal itu al-Abrasy memberikan batasan tentang karakteristik pendidik, yaitu; zuhud, bersih fisik dari segala kotoran dan bersih jiwanya dari sifat tercela, ikhlas dan tidak ria, pemaaf, memahami karakter peserta didik, serta menguasai metode.
Pemberitaan-pemberitaan tentang kasus pemerkosaan, pelecehan seks guru kepada murid, kekerasan guru kepada murid, korupsi oleh guru dibeberapa media massa, kemampuan mengajar yang kurang, ketidakmampuan dalam pengunaan media, dan keslahan memilih metode, telah menunjukan kondisi buruknya wajah pendidik di Indonesia, walau tidak bisa kita katakan semuanya, dan tanpa melihat lebih jauh latarbelakang terjadinya kasus tersebut. Syarat-syarat inilah sebenarnya yang harus disiapkan bagi perguruan-perguruhan tinggi yang mencetak calon-calon pendidik. Persoalan-persoalan persyaratan diatas lebih kepada permasalahan mentalitas dan kapabilitas seorang pendidik.
Perbaikan mutu pendidikan seharusnya tidak hanya difokuskan kepada kurikulum, sarana-prasarana, atau pada manajerial lembaga saja, tetapi perhatian kita juga mengarah kepada problem mentalitas dan kapabilitas pendidik.
Di samping itu kemampuan mengajar dengan mengunakan metode yang tepat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Hubungan antara pendidik dan metode sangatlah erat. Penggunaan metode diperlukan agar penyampaian materi atau bahan ajar tercapai dengan baik. Metode ini berkaitan dengan keberhasilan proses belajar–mengajar yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan diraih peserta didik. Oleh karena itu menurut Zuhairini, dalam memilih metode mengajar, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan tujuan dan bahan pengajaran; Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan kemampuan peserta didik, kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan fasilitas yang tersedia, dan kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan lingkungan pendidikan. Dalam hal ini penulis sangat setuju adanya kebijakan sertifikasi untuk guru (pendidik). Harapannya dari program ini, kompetensi pendidik akan meningkat.
Hubungan Pendidik dalam Pengajaran
Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagai wali yang membantu anak didik mengatasi kesulitan dalam studinya dan pemecahan bagi permasalahan lainya. Dilain pihak pendidik juga berperan sebagai pemimpin (khusus diruang kuliah/kelas), sebagai komunikator dengan masyarakat, sebagai pengembangan ilmu dan penjabaran luasan ilmu (innovator), bahkan juga berperan sebagai pelaksana administrasi. Peranan pendidik dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas pendidik mengemban peranan–peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif.
Pendidik sebagai ukuran kognitif. Tugas pendidik umumnya adalah mewariskan pengetahuan berbagai keterampilan kepada generasi muda. Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu harus sesuai ukuran yang telah ditentukan masyarakat dan merupakan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu pendidik harus mampu memenuhi ukuran kemampuan tersebut.
Pendidik sebagai agen moral dan politik. Pendidik bertindak sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai keterampilan kognitif lainnya. Keterampilan-keterampilan itu dipandang sebagai bagian dari proses moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan pengetahuan, akan berusaha menghindari dari tindakan-tindakan kriminal dan menyimpang dari aturan masyarakat.
Pendidik sebagai innovator. Berkat kamajuan ilmu pengetahuan dan teknoligi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut terjadinya inovasi pendidikan. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan.
Peranan kooperatif dalam melaksanakan tugasnya pendidik tidak mungkin bekerjasama sendiri dan mengandalkan kemampuan diri sendiri. Karena itu para pendidik perlu bekerja sama antara sesama pendidik dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan dengan persatuan orang tua murid.
Dalam proses pengajaran dikelas peranan pendidik (mengadopsi istilah ‘guru’) lebih spesifik sifatnya. Peranan itu meliputi lima hal yaitu; (a) Pendidik sebagai model, (b) Pendidik sebagai perencana, (c) Pendidik sebagai peramal (d) pendidik sebagai Pemimpin (e) Pendidik sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat belajar.
Menambahkan hal itu Djamarah, menuliskan peran pendidik adalah;
(a) Korektor; Yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat menyeluruh dari afektif sampai ke psikomotor
(b) Inspirator; pendidik menjadi inspirator/ilham bagi kemajuan belajar mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik dan mengatasi permasalahan lainya
(c) Informator; pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(d) Organisator; Mampu mengelola kegiatan akademik (belajar)
(e) Motivator; Mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar
(f) Inisiator; pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran
(g) Fasilitator; pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar
(h) Pembimbing; membimbing anak didik manusia dewasa susila yang cakap
(i) Demonstrator; jika diperlukan pendidik bisa mendemontrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami
(j) Pengelola kelas; mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif
(k) Mediator; pendidik menjadi media yag berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif
(l) Supervisor; pendidik hendaknya dapat, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran dan
(m) Evaluator; pendidik dituntut menjadi evaluator yag baik dan jujur.
Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Tugas pendidikan menurut filsafat pendidikan Islam merupakan kedudukan yang mulia. Secara umum tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberikan contoh, membiasakan, dan sebagainya.
Imam Ghazali mengemukakan bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarraub ila Allah, dengan bahasa lain an-Nahlawi menyimpulkan tugas utama pendidik adalah tazliyatun nafs, yaitu mengembangkan, membersihkan, mengangkat jiwa peserta didik kepasa Khaliq-Nya, menjauhkannya sari kajahatan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrah-Nya yang hanif.
Menurut Roestiyah N.K. yang dikutip oleh Djamarah bahwa pendidik dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
1) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman.
2) Membentuk kepribadian anak didik yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
3) Menyiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik sesuai undang-undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No II Tahun 1983
4) Sebagai perantara dalam belajar
5) Pendidik sebagai pembimbing untuk membawa anak didik kedalam kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak didik menurut sekehendaknya.
6) Pendidik sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
7) Pendidik sebagai penegek disiplin.
8) Pendidik administrator dan manajer
9) Pendidik sebagai suatu profesi.
10) Pendidik sebagai perencana kurikulum.
11) Pendidik sebagai pemimpin.
12) Pendidik sebagai sponsor kegiatan anak-anak.
Dikutib dari Wens Tanlani, Djamarah menuliskan bahwa pendidik yang bertanggung jawab memiliki sifat; (a) Menerima dan mematuhi norma, nilai kemanusiaan. (b) Memikul tugas mendidik dengan baik, berani gembira (tugas bukan menjadi beban baginya). (c) Sadar akan nilai–nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati). (d) Menghargai orang lain termasuk anak didik. (e) Bijaksana dan hati-hati (tidat nakat tidak semberono, tidak singkat akal) Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Tanggung jawab pendidik sebagai tenaga profesional antara lain; (a) Tanggung jawab moral; Tenaga profesional berkewajiban menghayati dan mengamalkan pancasila dan mewariskan moral Pancasila kemahasiswa dan generasi muda (b) Tanggung jawab dalam bidang pendidikan; Tenaga profesional bertanggung jawab mengelola proses pendidikan dalam pengajaran, bimbingan, dan lain sebaginya. (c) Tanggung jawab kemasyarakatan; pendidik tidak boleh melepaskan diri dari kehidupan masyarakat (d) Tanggung jawab di bidang keilmuan; pendidik bertanggung jawab memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang keahlianya.
Dalam melengkapi keahlian sebagai seorang pendidik tentunya tidak terlepas juga dari keahlihan dia dalam memahami metode, yang selanjutnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Maka sangatlah penting untuk memahami hakekat metode dalam pendidikan. Disamping menurut penulis adalah perlunya adanya lembaga yang selanjutnya akan mengevaluasi kompetensi seorang pendidik, baik secara mentalitas maupun kapabilitasnya. Disamping evaluasi perlu juga adanya lembaga yang konsen dibidang peningkatan mutu seorang pendidik, dalam hal ini mungkin diterjemahkan dalam bentuk program pelatihan, pengawasan, pembimbingan dan penjaminan. Kehadiran lembaga pengontrol mutu di lembaga-lembaga pendidikan sangat membantu dalam menciptakan profil pendidik yang ideal.
Profil Kemampuan Mengajar
Mengajar merupakan suatu sistem yang komplek dan integrative dari sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan terhadap seseorang, mengajar diketahui sistem yang komplek karena itu dalam mengajar tidak hanya sekedar memberi informasi secara lesan, tetapi dalam mengajar pendidik harus dapat menciptakan situasi lingkungan belajar yang memungkinkan anak aktif dalam belajar. Untuk itu dalam mengajar pendidik dapat menggunakan beberapa keterampilan mengajar (taching skill), yang meliputi; (a). keterampilan bertanya, (b). keterampilan memberi penguatan. (c) keterampilan memberi variasi, (d), keterampilan membuka dan menutup pelajaran. (e). keterampilan menjelaskan. (f) Keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil, (g) Keterampilan mengelola kelas, (i) Keterampilan mengajar perorangan.
Sedangkan profil kemampuan dasar (kompetensi) antara lain sebagai berikut: (a) Mengembangkan kepribadian, (b) Menguasai bahan bidang studi dan mengelola program belajar-mengajar (c) Mengelola kelas menggunakan media dan sumber belajar, (d) Menguasai landasan kependidikan, (e) Mengelola interaksi belajar-mengajar, (f) Menilai prestasi peserta didik, (g) Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, (h) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi, (i) Memahami prinsip-prinsip dan penafsiran hasil penelitian, (j) Interaksi dengan sejawat dan masyarakat.
Hakikat Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti ‘melalui’ dan hodos berarti ‘jalan’ atau ‘jalan’. Dengan demikian metode adalah dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Ada juga yang mengartikan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyususn data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut. Singkatnya metode adalah jalan untuk mencapai tujuan. Adapun kata ‘metodologi’ berasal dari kata ‘metoda’ dan ‘logi’. Logi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu ilmu, metodologi merupakan bagian dari perangkat disiplin keilmuan yang menjadi induknya. Hampir semua ilmu pengetahuan mempunyai metodologi tersendiri. Oleh karena itu ilmu pendidikan sebagai salah satu disiplin ilmu juga memiliki metodologi yaitu metodologi pendidikan. Yaitu suatu ilmu pengetahuan tentang motode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.
Jika kata metode dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengambangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Menambahkan hal itu al-Syaibany memberikan takrif metode jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, sebagai berikut:
“Metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian matapelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkahlaku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan”.
Secara umum fungsi metode adalah sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksana operasional dari ilmu pendidikan. Sedangkan dalam kontek lain metode merupakan sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dengan melihat penjesan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa metode dalam pendidikan Islam sangatlah penting, karena hal inilah yang membantu dalam mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
Karakteristik Metode Pendidikan Islam
Diantara karakteristik metode pendidikan Islam adalah;
(a) Keseluruhan proses harus didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam
(b) Proses pembentukan, penerapan dan pengembangannya tetap tidak dapat dipisahkan dengan konsep al-akhlak al-karimah
(c) Bersifat luwes dan fleksibel
(d) Seimbang antara teori dan praktek
(e) Menekankan kebebasan peserta didik untuk berekspresi dalam batas kesopanan dan akhlakul karimah.
(f) Terjadi situasi dan kondisi yang memungkinkan terciptanya interaksi edukatif yang kondusif
(g) Bersifat memudahkan, efektif dan efisien.
Sumber Metode Pendidikan Islam
Sedangkan sumber dari metode pendidikan Islam adalah dari al-Qur'an dan Hadits. Untuk mendalaminya, kita perlu mengungkapkan implikasi-implikasi metodologis kependidikan dalam al-Qur'an dan al-Hadits tersebut antara lain sebagai berikut; (i) Gaya bahasa dan ungkapan al-Qur'an mununjukan fenomena nilai-nilai metodologis yang mempunyai corak dan ragam sesuai tampat dan waktu serta sasaran yang dihadapai. (ii) Dalam memberikan perintah dan larangan (imperatif dan preventif) Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba, sehingga ta’lif (beban)nya berbeda-beda meskipun dalam tugas yang sama. (iii) pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam al-Qur'an adalah bersifat multi approarch.
Pemilihan Metode
Pendidik dapat memilih metode yang paling tepat ia gunakan. Dalam pemilihan tersebut banyak yang harus dipertimbangkan, antara lain;
1) Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan, perbedaan individu lainnya.
2) Tujuan yang hendak dicapai.
3) Situasi yang menyangkut hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan dan lain sebagainya.
4) Alat-alat yang tersedia.
5) Kemampuan pengajar.
6) Sifat dalam pengajaran.
Al-Syaibany menambahkan bahwa dasar-dasar penyusunan metode dalam pendidikan Islam dengan mempertimbangkan;
a) Dasar agama (al-Qur'an, hadits, para sahabat dan ulama’ salaf)
b) Dasar biologis, meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak didik.
c) Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat dan intelektual anak didik.
d) Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak didik.
Jika dikaji lebih dalam, al-Qur'an telah menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain; metode teladan (contohnya: Qs.33:21), metode kisah-kisah (contohnya: Qs. 2:30-39), metode nasehat (contoh Q.S, 28:20; 7:29 dan 79), metode pembiasaan (contohnya; Qs.4:43) dan lain sebagainya.
Pemilihan metode ini tergantung pendidik dengan berbagai pertimbangannya, seperti hal di atas, demikian juga pengembangannya atas kreatifitas dari pendidik. Disinilah dituntut kemampuan pendidik menganalisis untuk selanjutnya memilih, menggunakan dan mengembangkan metode pengajaran.
Dengan upaya memahami hakikat pendidik dan metode, diharapkan proses belajar-mengajar menjadi semakin baik, sehingg pendidikan hadir secara fungsional mengembangkan potensi anak didik (tujuan pendidikan) dan mampu mengatasi problem keumatan. Amin. Wallauhu a’lam islam (6)
• Kesadaran (1)
View shoutbox
ShoutMix chat widget
Dan mereka menyembah selain daripada Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.
(QS. AL HAJJ:71)
Hubungan Pendidik dan Metode Pengajaran (Kajian Filosofis dan Operasionalisasinya)
27 Sep 2007
Oleh: M. Mukhlis Fahruddin*
Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua belah pihak yaitu: pendidik dan peserta didik. Keterlibatan dua pihak tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (human interaction). Hubungan itu akan serasi jika jelas kedudukan masing-masing pihak secara profesional, yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang memiliki hak dan kewajiban. Lebih jelas lagi Tahziduhu Ndraha menambahkan bahwa proses belajar-mengajar terlibat empat pihak, yaitu: (i) pihak yang berusaha belajar-mengajar, (ii) pihak yang berusaha belajar (iii) pihak yang merupakan sumber pelajaran, dan (iv) pihak yang berkepentingan atas hasil (out come) proeses belajar-mengajar.
Dalam proses belajar-mengajar, pendidik memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor). Dengan kata lain tugas dan peran pendidik yang utama terletak di bidang pengajaran. Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu seorang pendidik dituntut untuk dapat mengelola (menajemen) kelas, penggunaan metode mengajar, strategi mengajar, maupun sikap dan karakteristik pendidik dalam mengelola proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan pengajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Ketidak pahaman terhadap hakikat metode maka si pendidik tidak bijaksana dalam memilih dan menggunakan metode. Singkatnya kualitas pendidikan sangat dipengaruhi kualitas pendidiknya.
Salahnya pemahaman seorang pendidik terhadap dirinya, memungkinkan si pendidik tidak mampu secara baik memerankan diri sebagai pendidik, dan tidak memenuhi kualifikasi sebagai pendidik. pendidik seharusnya digugu lan ditiru, atau tut wuri handayani. Beberapa kasus banyak kita temukan perbuatan asusila dilakukan oleh pendidik, yang seharusnya tidak terjadi jika mengingat kualifikasi seorang pendidik. hal ini selanjutnya akan menjadi problem tersendiri dalam kegiatan pendidikan. Problem-problem ini terjadi dikarenakan adanya problem filosofis yang belum tertanam dalam diri seorang pendidik. Problem mentalitas; orientasi, keikhlasan, peran, niatan, tuntutan kesejateraan, kepribadian dan lain sebagainya. Selanjutnya adalah problem kapabilitas pendidik; kompetensi, profesionalisme dan lain sebagainya. Tentunya banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas seorang pendidik.
Problem kompetensi diantaranya adalah metode yang harus dipilih dan digunakan oleh seorang pendidik dalam kegiatan belajar mengajar. Jika pendidik tidak memahami dirinya maka berakibat kepada kinerja, penggunaan media dan pemilihan metode pembelajaran, jika tidak memahami metode maka dampak yang lebih besar adalah kepada keberhasilan dia dalam mendidik anak. Pemahaman keduanya tentang pendidik dan metode sangatlah penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan, dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Pendidik dalam pembelajaran pasti menggunakan metode.
Untuk mengatasi problem diatas dan untuk memperbaiki kualitas pendidik, maka kajian tentang pendidik dan pengajaran sangat penting untuk dilakukan. Fokus kajian dalam makalah ini adalah tentang hakekat pendidik, hakekat metode, hubungan antara pendidik dan operasionalisasinya. Pembahasan ini diharapkan akan mampu memecahkan problem filosofis seputar pendidik dan metodenya, serta operasionalisasinya
Pengertian Pendidik.
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya.
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan.
Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak bahwa ketika menjelaskan pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan. Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang melekat adalah lembaga pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak terikat dengan lembaga pendidikan. Ini menunjukan bahwa pada akhirnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam pendidikan ada proses belajar mengajar dengan kata lain adalah pengajaran.
Persyaratan dan Sifat Pendidik
Pendidik pendidikan Islam bukan hanya mentransferkan pengetahuan Islam saja, namun harus dapat membentuk pribadi peserta didik untuk dapat memiliki akhlak yang mulia (internalisasi nilai al-Qur'an dan al-Hadits ), membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, dan mampu untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhoi oleh Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kecakapan dan pengetahuan dasar haruslah dimiliki oleh pendidik, sebagaimana disampaikan oleh Winarno Surachmad dengan mengadopsi istilah ‘guru’ sebagai berikut : (a) Pendidik harus mengenal peserta didik yang dipercayakan kepadanya, (b) memiliki kecakapan memberi bimbingan. (c) Memiliki dasar pengetahuan yang jelas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan. (d) Pendidik harus memiliki pengetahuan yang bulat (pen: teruji) dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.
Mengacu pada ungkapan di atas bahwa pendidik adalah bukan asal pandang saja, melainkan dia harus menyadari akan tugas dan tanggung jawab yang berat. Dia harus berkompeten di bidangnya, dia harus memiliki kecakapan dan pengetahuan dasar yang cukup dan sebagainya. Untuk itu seorang pendidik harus memenuhi berbagai persyaratan baik persyaratan fisik, psikis, mental, moral maupun intelektual yang terangkum dalam persyaratan profesionalnya.
Ada tiga persyaratan atau ciri dasar (sifat) yang selalu dapat dilihat pada setiap profesional yang baik mengenai etos kerjanya. Yaitu (1) Keinginan untuk menjungjung tinggi mutu pekerjaan (job quality); (2) Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan; dan (3) Keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesioanalnya. Pemenuhan syarat-syarat diatas adalah kondisi ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, bagaimana realitas wajah pendidik di Indonesia?
Pemberitaan-pemberitaan tentang kasus pemerkosaan, pelecehan seks guru kepada murid, kekerasan guru kepada murid, korupsi oleh guru dibeberapa media massa, kemampuan mengajar yang kurang, ketidakmampuan dalam pengunaan media, dan keslahan memilih metode, telah menunjukan kondisi buruknya wajah pendidik di Indonesia, walau tidak bisa kita katakan semuanya, dan tanpa melihat lebih jauh latarbelakang terjadinya kasus tersebut. Syarat-syarat inilah sebenarnya yang harus disiapkan bagi perguruan-perguruhan tinggi yang mencetak calon-calon pendidik. Persoalan-persoalan persyaratan diatas lebih kepada permasalahan mentalitas dan kapabilitas seorang pendidik.
Perbaikan mutu pendidikan seharusnya tidak hanya difokuskan kepada kurikulum, sarana-prasarana, atau pada manajerial lembaga saja, tetapi perhatian kita juga mengarah kepada problem mentalitas dan kapabilitas pendidik.
Di samping itu kemampuan mengajar dengan mengunakan metode yang tepat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Hubungan antara pendidik dan metode sangatlah erat. Penggunaan metode diperlukan agar penyampaian materi atau bahan ajar tercapai dengan baik. Metode ini berkaitan dengan keberhasilan proses belajar–mengajar yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan diraih peserta didik. Oleh karena itu menurut Zuhairini, dalam memilih metode mengajar, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan tujuan dan bahan pengajaran; Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan kemampuan peserta didik, kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan fasilitas yang tersedia, dan kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan lingkungan pendidikan. Dalam hal ini penulis sangat setuju adanya kebijakan sertifikasi untuk guru (pendidik). Harapannya dari program ini, kompetensi pendidik akan meningkat.
Pendidik dalam Pengajaran
Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagai wali yang membantu anak didik mengatasi kesulitan dalam studinya dan pemecahan bagi permasalahan lainya. Dilain pihak pendidik juga berperan sebagai pemimpin (khusus diruang kuliah/kelas), sebagai komunikator dengan masyarakat, sebagai pengembangan ilmu dan penjabaran luasan ilmu (innovator), bahkan juga berperan sebagai pelaksana administrasi. Peranan pendidik dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas pendidik mengemban peranan–peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif.
Pendidik sebagai ukuran kognitif. Tugas pendidik umumnya adalah mewariskan pengetahuan berbagai keterampilan kepada generasi muda. Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu harus sesuai ukuran yang telah ditentukan masyarakat dan merupakan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu pendidik harus mampu memenuhi ukuran kemampuan tersebut.
Pendidik sebagai agen moral dan politik. Pendidik bertindak sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai keterampilan kognitif lainnya. Keterampilan-keterampilan itu dipandang sebagai bagian dari proses moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan pengetahuan, akan berusaha menghindari dari tindakan-tindakan kriminal dan menyimpang dari aturan masyarakat.
Pendidik sebagai innovator. Berkat kamajuan ilmu pengetahuan dan teknoligi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut terjadinya inovasi pendidikan. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan.
Peranan kooperatif dalam melaksanakan tugasnya pendidik tidak mungkin bekerjasama sendiri dan mengandalkan kemampuan diri sendiri. Karena itu para pendidik perlu bekerja sama antara sesama pendidik dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan dengan persatuan orang tua murid.
Dalam proses pengajaran dikelas peranan pendidik (mengadopsi istilah ‘guru’) lebih spesifik sifatnya. Peranan itu meliputi lima hal yaitu; (a) Pendidik sebagai model, (b) Pendidik sebagai perencana, (c) Pendidik sebagai peramal (d) pendidik sebagai Pemimpin (e) Pendidik sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat belajar.
Menambahkan hal itu Djamarah, menuliskan peran pendidik adalah;
(a) Korektor; Yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat menyeluruh dari afektif sampai ke psikomotor
(b) Inspirator; pendidik menjadi inspirator/ilham bagi kemajuan belajar mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik dan mengatasi permasalahan lainya
(c) Informator; pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(d) Organisator; Mampu mengelola kegiatan akademik (belajar)
(e) Motivator; Mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar
(f) Inisiator; pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran
(g) Fasilitator; pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar
(h) Pembimbing; membimbing anak didik manusia dewasa susila yang cakap
(i) Demonstrator; jika diperlukan pendidik bisa mendemontrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami
(j) Pengelola kelas; mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif
(k) Mediator; pendidik menjadi media yag berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif
(l) Supervisor; pendidik hendaknya dapat, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran dan
(m) Evaluator; pendidik dituntut menjadi evaluator yag baik dan jujur.
Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Menurut Roestiyah N.K. yang dikutip oleh Djamarah bahwa pendidik dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
1) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman.
2) Membentuk kepribadian anak didik yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
3) Menyiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik sesuai undang-undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No II Tahun 1983
4) Sebagai perantara dalam belajar
5) Pendidik sebagai pembimbing untuk membawa anak didik kedalam kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak didik menurut sekehendaknya.
6) Pendidik sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
7) Pendidik sebagai penegek disiplin.
8) Pendidik administrator dan manajer
9) Pendidik sebagai suatu profesi.
10) Pendidik sebagai perencana kurikulum.
11) Pendidik sebagai pemimpin.
12) Pendidik sebagai sponsor kegiatan anak-anak.
Dikutib dari Wens Tanlani, Djamarah menuliskan bahwa pendidik yang bertanggung jawab memiliki sifat; (a) Menerima dan mematuhi norma, nilai kemanusiaan. (b) Memikul tugas mendidik dengan baik, berani gembira (tugas bukan menjadi beban baginya). (c) Sadar akan nilai–nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati). (d) Menghargai orang lain termasuk anak didik. (e) Bijaksana dan hati-hati (tidat nakat tidak semberono, tidak singkat akal) Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Tanggung jawab pendidik sebagai tenaga profesional antara lain; (a) Tanggung jawab moral; Tenaga profesional berkewajiban menghayati dan mengamalkan pancasila dan mewariskan moral Pancasila kemahasiswa dan generasi muda (b) Tanggung jawab dalam bidang pendidikan; Tenaga profesional bertanggung jawab mengelola proses pendidikan dalam pengajaran, bimbingan, dan lain sebaginya. (c) Tanggung jawab kemasyarakatan; pendidik tidak boleh melepaskan diri dari kehidupan masyarakat (d) Tanggung jawab di bidang keilmuan; pendidik bertanggung jawab memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang keahlianya.
Dalam melengkapi keahlian sebagai seorang pendidik tentunya tidak terlepas juga dari keahlihan dia dalam memahami metode, yang selanjutnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Maka sangatlah penting untuk memahami hakekat metode dalam pendidikan. Disamping menurut penulis adalah perlunya adanya lembaga yang selanjutnya akan mengevaluasi kompetensi seorang pendidik, baik secara mentalitas maupun kapabilitasnya. Disamping evaluasi perlu juga adanya lembaga yang konsen dibidang peningkatan mutu seorang pendidik, dalam hal ini mungkin diterjemahkan dalam bentuk program pelatihan, pengawasan, pembimbingan dan penjaminan. Kehadiran lembaga pengontrol mutu di lembaga-lembaga pendidikan sangat membantu dalam menciptakan profil pendidik yang ideal.
Profil Kemampuan Mengajar
Mengajar merupakan suatu sistem yang komplek dan integrative dari sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan terhadap seseorang, mengajar diketahui sistem yang komplek karena itu dalam mengajar tidak hanya sekedar memberi informasi secara lesan, tetapi dalam mengajar pendidik harus dapat menciptakan situasi lingkungan belajar yang memungkinkan anak aktif dalam belajar. Untuk itu dalam mengajar pendidik dapat menggunakan beberapa keterampilan mengajar (taching skill), yang meliputi; (a). keterampilan bertanya, (b). keterampilan memberi penguatan. (c) keterampilan memberi variasi, (d), keterampilan membuka dan menutup pelajaran. (e). keterampilan menjelaskan. (f) Keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil, (g) Keterampilan mengelola kelas, (i) Keterampilan mengajar perorangan.
Sedangkan profil kemampuan dasar (kompetensi) antara lain sebagai berikut: (a) Mengembangkan kepribadian, (b) Menguasai bahan bidang studi dan mengelola program belajar-mengajar (c) Mengelola kelas menggunakan media dan sumber belajar, (d) Menguasai landasan kependidikan, (e) Mengelola interaksi belajar-mengajar, (f) Menilai prestasi peserta didik, (g) Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, (h) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi, (i) Memahami prinsip-prinsip dan penafsiran hasil penelitian, (j) Interaksi dengan sejawat dan masyarakat.
Hakikat Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti ‘melalui’ dan hodos berarti ‘jalan’ atau ‘jalan’. Dengan demikian metode adalah dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Ada juga yang mengartikan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyususn data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut. Singkatnya metode adalah jalan untuk mencapai tujuan. Adapun kata ‘metodologi’ berasal dari kata ‘metoda’ dan ‘logi’. Logi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu ilmu, metodologi merupakan bagian dari perangkat disiplin keilmuan yang menjadi induknya. Hampir semua ilmu pengetahuan mempunyai metodologi tersendiri. Oleh karena itu ilmu pendidikan sebagai salah satu disiplin ilmu juga memiliki metodologi yaitu metodologi pendidikan. Yaitu suatu ilmu pengetahuan tentang motode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.
Jika kata metode dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengambangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Menambahkan hal itu al-Syaibany memberikan takrif metode jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, sebagai berikut:
“Metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian matapelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkahlaku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan”.
Secara umum fungsi metode adalah sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksana operasional dari ilmu pendidikan. Sedangkan dalam kontek lain metode merupakan sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dengan melihat penjesan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa metode dalam pendidikan Islam sangatlah penting, karena hal inilah yang membantu dalam mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
Sedangkan sumber dari metode pendidikan Islam adalah dari al-Qur'an dan Hadits. Untuk mendalaminya, kita perlu mengungkapkan implikasi-implikasi metodologis kependidikan dalam al-Qur'an dan al-Hadits tersebut antara lain sebagai berikut; (i) Gaya bahasa dan ungkapan al-Qur'an mununjukan fenomena nilai-nilai metodologis yang mempunyai corak dan ragam sesuai tampat dan waktu serta sasaran yang dihadapai. (ii) Dalam memberikan perintah dan larangan (imperatif dan preventif) Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba, sehingga ta’lif (beban)nya berbeda-beda meskipun dalam tugas yang sama. (iii) pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam al-Qur'an adalah bersifat multi approarch.
Al-Syaibany menambahkan bahwa dasar-dasar penyusunan metode dalam pendidikan Islam dengan mempertimbangkan;
a) Dasar agama (al-Qur'an, hadits, para sahabat dan ulama’ salaf)
b) Dasar biologis, meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak didik.
c) Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat dan intelektual anak didik.
d) Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak didik.
Jika dikaji lebih dalam, al-Qur'an telah menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain; metode teladan (contohnya: Qs.33:21), metode kisah-kisah (contohnya: Qs. 2:30-39), metode nasehat (contoh Q.S, 28:20; 7:29 dan 79), metode pembiasaan (contohnya; Qs.4:43) dan lain sebagainya.
Pemilihan metode ini tergantung pendidik dengan berbagai pertimbangannya, seperti hal di atas, demikian juga pengembangannya atas kreatifitas dari pendidik. Disinilah dituntut kemampuan pendidik menganalisis untuk selanjutnya memilih, menggunakan dan mengembangkan metode pengajaran.
Pendidikan Nilai; Format Metode Pendidikan Islam Menuju Manusia yang Berkualitas
Peperangan antara kebaikan dengan kejahatan telah berlangsung cukup lama melalui periode pre modern, modern dan post modern saat ini. Pembunuhan paling primitif pun telah dilakukan sejak periode Nabi Adam hingga pembunuhan Nabi Isa pada periode kekaisaran Romawi. Lihat beberapa kasus yang terjadi pada zaman dulu yang digambarkan di dalam al-Qur'an. Secara spiritual maka kejahatan merupakan suatu bukti atas ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan nafsu, motif dan alam bawah sadar.
Lihat tawuran di Indonesia, misalnya, sering terjadi pada usia remaja di kota besar, atau bahkan sekarang merambah ke desa, sehingga telah berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Kejadian seks di luar pernikahan juga telah menjadi trend di kalangan remaja (siswa dan mahasiswa) didorong oleh makin maraknya penyebaran kaset VCD, situs porno, penggunaan narkoba, minuman beralkohol, buruknya prilaku, kesadaran sosial, kesadaran keilmuan yang rendah dan sebagainya. Pendidik-pun terkadang terlibat didalamnya, sungguh tidak mencerminkan sebagai pendidik.
Disamping itu buruknya kinerja, rendahnya disiplin, motivasi yang rendah, keinginan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras, nilai materialisme (materialism, hedonism) menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Hal ini tercermin pada tingginya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi di Indonesia, khususnya pada lembaga pemerintahan sehingga mendapatkan gelar negara terkorup di dunia sesuai laporan PERC pada tahun 2002. Dari fenomena diatas perlu adanya metode pendidikan yang mampu untuk mengatasi problem krisis nilai tersebut.
Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kabaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai kebenaran, kabaikan, dan keindahan yang konsisten. Pendidikan nilai adalah suatu kesepakatan tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk mengarahkan generasi muda atas nilai-nilai dan kebajikan yang akan membentuknya menjadi manusia yang baik (insan kamil) yang menjadi tujuan pendidikan Islam. Tujuan lainnya adalah membentuk kapasitas intelektual pada generasi muda yang memungkinkannya untuk membuat keputusan bertanggungjawab atas hal atau permasalahan rumit yang dihadapinya dalam kehidupan. Kita mengenal dalam Islam ada konsep ihsan, hal inilah yang memungkinkan menjadi sistem kontrol prilaku peserta didik.
Nilai dapat diklasifikasikan menjadi empat macam; Pertama ditinjau dari sumbernya menjadi; nilai ilahiyah (nash), dan nilai insyaniyah (produk budaya). Kedua ditinjau dari kualitasnya nilai dapat dibagi menjadi; nilai hakiki (root value), dan nilai Instrumental (nilai yang bersifat sementara). Ketiga ditinjau dari segi eksistensinya nilai dapat dibagi menjadi; nilai Universal dan nilai lokal. Keempat ditinjau dari segi masa berlakunya nilai dapat dibagi menjadi; nilai abadi (eternal), nilai pasang surut ( aksedental), dan nilai temporal (sesaat).
Nilai secara turun temurun diajarkan kepada generasi muda melalui penanaman kebiasaan yang menekankan kepada mana yang benar dan yang salah secara absolut. Hal yang diajarkan kepada siswa didik adalah mengenalkan pada mereka nilai baik dan salah dan memberikan hukuman dan sanksi secara langsung maupun tak langsung manakala terjadi pelanggaran. Begitulah apa yang telah dilakukan oleh agama manapun dalam membentuk karakter umatnya, yaitu dengan janji pemberian hadiah atau pahala jika berbuat kebaikan dan pemberian siksa dan dosa jika berbuat kejahatan.
Internalisasi akan nilai-nilai pendidikan yang diajarkan adalah sangat penting, dalam hal ini semua pihak harus terlibat. Keluarga adalah wilayah pertama untuk pembentukan karakter, penciptaan lingkungan yang kondusif dalam membangun tradisi keilmuan dan amal sholeh sangat penting diciptakan oleh masyarakat yang sadar ilmu (learning society) sebagai upaya dalam memberdayakan pendidikan masyarakat.
Pendidikan dalam hal ini membantu dalam mentransfer dan menginternalisasi nilai-nilai. Tujuan dari pendidikan nilai adalah untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan.
Disinilah pentingnya seorang pendidik dalam membantu proses internalisasi nilai, pendidik secara luas bukan hanya yang berada disekolah tetapi orang tua dan masyarakat yang berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian juga pentingnya metode yang digunakan dalam proses belajar-mengajar, pemilihan metode dalam pengajaran berimplikasi langsung kepada hasil dari proses mendidik. Dengan upaya seperti inilah pendidikan di Indonesia akan hadir secara fungsional mengatasi problem keumatan, dan menjadikannya bangsa kita lepas dari keterpurukan. Amin. Wallahu a’lam bisshowab.
Daftar Pustaka
Ali Imron. Pembinaan Guru di Indonesia. (Jakarta; Dunia pustaka. 1995)
al-Syaibany Omar Mohammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. (Terj). (Jakarta; Bulan Bintang. 1979)
Djamarah Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam, Interaksi Edukatif. (Jakarta; Rineka Cipta. 2000)
Hamalik Oemar, Manajemen Belajar Diperguruan Tinggi; Pendekatan Sistem Kredit Semester. (Bandung; Sinar Baru. 1991)
Idris dan Jamal, Pengantar Pendidikan I.(Jakarta; Grasindo. 1992)
Isna Mansur. Diskursus Pendidikan Islam (Yogyakarta. Global Pustaka Utama. 2001)
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam; Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan. (Bandung; Nuansa Cendikia. 2003)
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan di Perguruan Tinggi. (Bandung. Rosda Karya. 2005)
Mulyana Rohmat. Mengartikulasikan pendidikan Nilai. (Bandung; Alfabeta. 2004)
Nata Abudin. Filsafat Pendidikan Islam I. (Jakarta: Wacana Ilmu, 1997)
Ndraha Tandziduhu, Manajemen Perguruan Tinggi. (Jakarta: Bina Aksara. 1998)
Nizar Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta; Ciputat Pres. 2000)
Soetomo, Dasar- dasar Interaksi Belajar Mengajar. (Surabaya. Usaha Nasional. 1993)
Surahmad Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional. (Bandung; Jemnars, 1980)
Uhbiyati Nur. Ilmu Pendidikan Islam II (IPI). ( Bandung; Pustaka Setia.1997)
Undang-undang Sisdiknas, 2003.
Usman Uzer, Menjadi Guru Profesional. (Bandung; Remaja Rosda Karya. 2005)
Zuhairini. Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam. (Malang. IAIN.1993)
* M. Fakhruddin adalah Mantan Kabid PPPA HMI komisariat UIN Malang, Alumni T
C. Siapa Pendidik itu?
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya. Selain itu sukses tidaknya anak mereka juga sangat tergantung pada pola pengasuhan dan pendidikan yang diberikan di lingkungan rumah tangga.[1] Inilah yang tercermin dalam QS. Al-Tahrim : 6 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Terjemah : “Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Kemudian pendidik berikutnya dalam pandangan Islam adalah guru/dosen. Sederhananya guru bisa disebut sebagai pengajar dan pendidik sekaligus. Dalam pendidikan formal tingkat dasar dan menengah disebut pendidik, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan dosen.
Menurut Ramayulis, pendidik dalam pendidikan Islam setidaknya ada empat macam. Pertama, Allah SWT sebagai pendidik bagi hamba-hamba dan sekalian makhluk-Nya. Kedua, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya telah menerima wahyu dari Allah kemudian bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya kepada seluruh manusia. Ketiga, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga bagi anak-anaknya. Keempat, guru sebagai pendidik di lingkungan pendidikan formal, seperti di sekolah atau madrasah.[2] Namun pendidik yang lebih banyak dibicarakan dalam pembahasan ini adalah pendidik dalam bentuk yang keempat.
Salah satu hal yang menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru / pendidik. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena pendidik selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai pengetahuan.
Sebenarnya tingginya kedudukan pendidik dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah calon pendidik, dan yang mengajar adalah pendidik. Maka, tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan pendidik. Tak terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang yang belajar dan mengajar, tidak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya pendidik. Karena Islam adalah agama, maka pandangan tentang pendidik, kedudukan pendidik, tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan.[3]
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai pendidik, yaitu pandangan bahwa ilmu (pengetahuan) itu semuanya bersumber pada Tuhan :
………………
Terjemah : “Tidak ada pengetahuan yang kami miliki kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami” (QS. Al-Baqarah : 32)
Ilmu datang dari Tuhan, pendidik pertama adalah Tuhan. Pandangan yang menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari pendidik, maka kedudukan pendidik amat tinggi dalam Islam.[4]
Dari beberapa hadis dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan terhormat. Dia menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi. Ini bisa dilihat misalnya pada contoh hadis berikut:
…..اْلعُلَمَاءُ وَرَاثَتُ اْلاَنْبِيَاءِ…..
Artinya : ……Para ulama (pendidik) adalah pewaris para nabi (Dari Abu Darda’ r.a. dan diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan perhatian yang besar terhadap ”pendidik” sekaligus memberikan posisi terhormat kepadanya. Hal ini beralasan mengingat peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kemudian ada pula hadits yang menjelaskan bahwa kedudukan orang ‘alim itu lebih unggul dibanding ‘abid. Juga hadits tentang pujian Nabi SAW terhadap orang yang belajar ilmu Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain.
________________________________________
[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 74. Bandingkan pula dengan Abdul Mujib dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm. 88.
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 85.
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, hlm. 76.
D. Hakekat Tugas Pendidik
Mengenai tugas pendidik, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.[1]
Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang tugas seorang pendidik atau pendidik. Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini :[2]
Terjemah : Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran : 79)
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung mengisyaratkan bahwa tugas terpenting yang diemban oleh Rasulullah Saw. adalah mengajarkan al-kitab, hikmah dan penyucian diri sebagaimana difirmankan Allah berikut ini :[3]
Terjemah : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”. QS. Al-Baqarah : 129
Pendidik, jika ingin berhasil dalam dalam kegiatannya mendidik anak, harus mematuhi 8 adab atau etika yang bisa dimaknai juga sebagai tugas kewajiban selaku pendidik yang telah diatur pedomannya berlandaskan nilai-nilai luhur Islam. Al-Ghazali -sebagaimana dikutip Al-Abrasy- menjelaskan tugas dan kewajiban pendidik sebagai berikut :[4]
Pertama, sayang kepada murid sebagaimana sayangnya kepada anaknya sendiri dan berusah memberi pelajaran yang dapat membebaskannya dari api neraka. Oleh karena itu, tugas pendidik adalah lebih mulia daripada tugas kedua orang tua. Pendidik adalah sebab bagi kebahagiaan dunia dan akhirat, sedang orang tua hanyalah sebab bagi kelahiran anak ke dalam dunia fana.
Kedua, mengikuti akhlak dan keteladanan Nabi Muhamad SAW. Oleh karena itu, seorang pendidik tidak boleh mengharapkan gaji, upah atau ucapan terima kasih. Ia mengajar harus dengan niat beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ketiga, membimbing murid secara penuh, baik dalam cara belajar maupun dalam menentukan urutan pelajaran. Ia harus memulai pelajaran dari yang mudah dan berangsur meningkat kepada yang sukar. Ia harus menjelaskan juga pada murid bahwa menuntut ilmu itu tidak boleh bercampur dengan niat lain kecuali karena Allah semata-mata.
Keempat, menasehati murid agar senantiasa berakhlak baik. Ia harus memualai nasehat itu dari hanya sekedar sindiran serta dengan penuh kasih sayang, tidak dengan cara dengan terang-terangan, apalagi dengan kasar dan mengejek, yang malah akan membuat murid menjadi kebal atau keras kepala sehingga nasehat itu akan menjadi seumpama air dalam dalam keranjang menetes ke dalam pasir.
Kelima, menghindarkan diri dari sikap merendahkan ilmu-ilmu lain di hadapan anak, misalnya pendidik bahasa mengatakan ilmu fikih tidak penting, pendidik fikih mengatakan ilmu tafsir tidak perlu dan sebagainya.
Keenam, menjaga agar materi yang diajarkanya sesuai dengan tingkat kematangan dan daya tangkap muridnya. Ia tidak boleh memberikan pelajaran yang belum terjangkau oleh potensi inteljensi anak didiknya. Pelajaran yang tidak disesuaikan malah akan membuat anak benci, merasa terpaksa dan akhirnya malah meninggalkan pelajaran tersebut.[5]
Ketujuh, memilihkan mata pelajaran yang sesuai untuk anak-anak yang kurang pandai atau bodoh. Ia tidak boleh menyebut-menyebut bahwa di belakang dari ilmu yang sedang diajarkanya masih banyak rahasia yang hanya ia sendiri mengetahuinya. Kadang-kadang pendidik, dengan sikap menyembunyikan semacam itu, ingin memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya sehingga orang banyak harus berpendidik kepadanya .[6]
Kedelapan, mengamalkan ilmunya, serta perkataannya tidak boleh berlawanan dengan realitas zhahir perbuatannya. Sebab, jika demikian halnya maka murid-murid tidak akan hormat kepadanya. [7]
Ada beberapa hal penting yang perlu ditampilkan ke permukaan dari teori Al-Ghazali mengenai pendidik tersebut. Di antaranya adalah:
1. Mengajar dengan kasih sayang
Al-Ghazali telah mengemukakan teorinya pada abad 9, sedang di Eropa di zaman reformasi Martin Luther pada abad 15 –jadi 6 abad kemudian– anak-anak masih didik dengan kasar dan bengis berdasrkan teori bahwa mereka, karena dosa asal, benar-benar berkodrat jahat.[8] Juan Luis Vives (1492-1540) mulai mengemukakan bahwa dalam kegiatan pendidikan, anak harus mendapatkan perhatian. Tetapi pendidikan anak dengan kasih sayang baru dimulai di Eropa pada abad 18. [9]
2. Memperhatikan tingkat kemampuan anak.
Pelajaran harus dimulai dari materi-materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman anak. Oleh karena itu pelajaran harus dimuali dari yang konkrit dan mudah, lalu secara berangsur meningkat kepada yang abstrak dan sukar.
3. Memberi nasehat dengan kiasan/ kasih sayang.
Dalam memberi nasehat kepada anak (murid) tidak boleh langsung atau secara belak-belakkan, tetapi harus dimulai dengan sindiran atau kiasan dan menyampaikanya secara sopan dan lembut. Nasehat yang blak-blakkan hanya diberikan pada saat-saat tertentu yang dipandang sangat diperlukan.
4. Berakhlak mulia.
Pendidik akan ditiru dan diteladani oleh murid. Oleh karena, itu ia harus berakhlak mulia, berbudi tinggi dan memiliki sikap toleransi (tasamuh) dalam menghadapi murid-muridnya.
5. Bersikap sebagai motivator.
Setiap murid harus diusahakan berhasil memperoleh ilmu. Untuk itu pendidik harus bersikap motivator, merangsang murid agar mencintai ilmu dan dengan bersungguh-sungguh mempelajarinya. Kecintaan tersebut tidak boleh diarahkan kepada satu atau dua macam ilmu saja. Oleh karena itu ia tidak boleh mengatakan ilmu yang dimilikinya lebih penting dari pada ilmu yang dikuasai oleh pendidik yang lain.
6. Memperhatikan perbedaan individual.
Anak-anak, termasuk yang kembar, berbeda antar yang satu dengan yang lainnya (individual differences). Pendidik harus memperhatikanya dan menyesuaikan pelajaran dengan kondisi anak agar benar-benar dapat diserap serta difahaminya dengan baik.
Al-Ghazali sudah mengemukakan apa yang kemudian pada abad 20 dikenal dengan individual differences yang olehnya diistilahkan dengan al-furuq al-fardiyyah (perbedaan individual). Berdasarkan teorinya itu, ia menganjurkan supaya pelajaran disesuaikan dengan kondisi individual masing-masing anak.[10] Mungkin boleh jadi beliau lah orang pertama yang memasukan teori Ilmu Jiwa ke dalam Ilmu Pendidikan yang kemudian berkembang amat pesat di belakangnya terutama mengenai keharusan menyesuaikan pelajaran dengan pribadi anak didik, baik dilihat dari segi tingkatan umur, kematangan jiwa dan kemampuan memahami maupun tingkat intelejensi.
________________________________________
[1] Ibid, hlm. 78.
[2] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hlm. 168.
[3] Ibid, 169.
[4] Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), hlm. 150-151.
[5] Teori Al-Ghazali mengenai penyesuaian pelajaran dengan tingkat kematangan anak telah menyebabkannya tampil sebagai pelopor dari pemeransertaan ilmu jiwa ke dalam kegiatan pendidikan. Lihat Fathiyah Hasan Sulaiman Madzahibu fi Al Tarbiyah, Bahtsun fi Al Madzahibi Al Tarbawi ‘inda Al Ghazali. (Al Qahirah : Maktabah Nahdah, 1964), hlm. 36.
[6] Fathiyah Hasan Sulaeman, ibid, hlm. 37.
[7] Al-Ghazali, I, Ihya Ulumuddin, (Mesir : Darul Ihya al-Kutub, t.t.), hlm. 55-58.
[8] Y.B. Suparlan, Aliran-Aliran Baru dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1984), hlm. 30.
[9] Ibid., hlm. 44-. Di Aceh. Sampai dengan tahun 1940an, pendidik-pendidik masih banyak yang menggunakan tongkat untuk memukul murid waktu belajar.
[10] Fathiyah Hasan Sulaeman Madzahibu fi Al Tarbiyah, Bahtsun fi Al Madzahibi Al Tarbawi ‘inda Al Ghazali, hlm. 33-36
AKEKAT PENDIDIKAN ISLAM
1.1 Pengertian pendidikan
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmania juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan melalui proses demi proses kearah tujuan akhir dari perkembangan tersebut.
Beberapa ahli pendidikan barat yang memberikan arti pendidikan adalah :
1. Mortimer J. Adle mengartikan : Pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperolah) yang dapat mempengaruhi pembiasaan, disempurnakan dengan pembiasaan–pembiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik untuk mencapai tujuan.
2. Herman H. Horne berpendapat : Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dan berinteraksi dengan alam sekitar, dengan sesama manusia.
3. William Mc Gucken, SJ. Seorang tokoh pendidikan katolik berpendapat, bahwa pendidikan diartikan oleh ahli scholastic, sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari kemapuan manusia baik moral, intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individu atau social untuk mencapai tujuan akhir.
Bila definisi yang telah disebut diatas dikaitkan dengan pendidikan Islam,akan kita ketahui bahwa pendidikan Islam lebih menekankan pada keseimbangan dan keserasian perkembangn hidup manusia.
Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam hidup pribadinya atau hidup kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses kependidikan.
1.2. Tugas dan fungsi Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan adalah proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambuangan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu di emban oleh Pendidikan Islam pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari kandungan hingga akhir hayat.
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Secara structural, pendidikan Islam menuntut adanya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik dalam dimensi vertical maupun horizontal. Sementara secara institusional, ia mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu :
1. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial,serata ide-ide masyarakat dan nasional.
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosialekonomi yang demikian dinamis.
1.3 Dasar dan tujuan pendidikan Islam
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memeberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan hadist (Sunnah Rasulullah).
Dalam pendidikan Islam, Sunah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. Menjelaskan system pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.
2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasullullah bersama sahabat.
Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa’Id Ismail Ali sebagaimana dikutip langgulung terdiri dari 6 macam, yaitu; Al-Qur’an, sunnah,qaul al-shahabat, masail al mursalah.’urf, dan pemikiran hasil ijtihad intelektual Islam.
Dalam perumusan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertical maupun horizontal.
2. Sifat-sifat dasar manusia.
3. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam.
Dalam aspek ini,ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu ;
1. Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dibumi.
2. Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
3. Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.
Faktor – faktor pendidikan :
Menurut Imam Sutari bahwa perbuatan mendidik dan didik memuat faktor – faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan, beberapa diantara nya adalah :
1. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai
2. Adanya subjek manusia (pendidik dan anak didik yang melakukan pendidikan)
3. Hidup bersama dalam lingkungan tertentu
4. Yang memungkinkan alat – alat tertentu untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Hakekat Pendidikan Islam
Dari seluruh uraian diatas tentang pendidikan maka hakekat pendidikan Islam sebenarnya adalah semua yang ada pada diri manusia tidak terlepas dari pendidikan khususnya pendidikan Islam yang menjadi landasan yang mendasar dan menjadi acuan bagi manusia untuk memulai pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Analisa
Melihat dari beberapa pendapat yang mengartikan pendidikan dengan berbagai pengertian dan dari beberapa tokoh, maka dapat dianalisa bahwa pendidikan menurut penulis adalah; Perkembangan dari segala unsur yang dimiliki oleh manusia baik dari segi jasmaniah, rohaniah, intelektualnya dan bagaimana individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya serta dapat mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya dan melalui proses kependidikan sebagai suatu aktivitas dalam masyarakat.
2. 1. Pengertian Pendidik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik baik potensi efektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Beberapa ahli pendidikan yang memberikan arti pendidik adalah :
1. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang mempertanggung jawabkan sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik
2. Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik
2.2. Tugas Pendidik Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Dalam Islam tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Secara umum tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalnya mendidik merupakan rangakaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dsb. Disamping itu pendidikjuga bertugas sebagai fasilitator dan motivator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Menurut Ahmad D. Marimba, tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditranformasikan kepada peserta didik, serta melihat kekurangan dan kelebihannya.
Tugas Pendidik secara umum :
Pada hakekatnya mengemban misi yang mengajak menusia untuk tunduk dan patuh pada hukum – hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Tugas Pendidik secara khusus :
1. Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
2. Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tinggakat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
3. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.
2.3. Karakteristik pendidik
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dalam hal ini An-Nahlawi membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa bentuk, diantaranya yaitu:
1. Bersifat ikhlas: melaksanakan tugasnya sebagaipendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran.
2. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah.
3. Bersifat sabar dalam mengajar.
4. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
5. Mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi.
6. Mampu mengelola kelas dan mengetahui psikis anak didik, tegas dan proposional.
Sementara dalam kriteria yang sama Al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik pendidik, diantaranya :
1. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan Allah.
2. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela.
3. Seorang pendidik hendaknya Ikhlas, tidak riya’, pemaaf, dan mencintai peserta didik juga mengatahui karakteristik anak didiknya.
Hakekat Pendidik
Pada dasarnya seorang Pendidik adalah orang yang tergolong penting dalam pendidikan karena seorang pendidik adalah orang yang memberikan pendidikan kepada anak didiknya. Seorang pendidik adalah sujek dalam proses pendidikan dan pengajaran Islam. Jadi pada hakekatnya proses pendidikan tidak akan berjalan secara efisien tanpa adanya pendidik yang mampu menjadi sebenar – benarnya pendidik
Analisa
Setelah melalui proses yang demikian panjang untuk menjadi seorang pendidik Islam maka Pendidik Islam haruslah mempunyai landasan dasar yang kuat untuk menjadi seorang pendidik, pendidik yang baik dari segi sikap dan moral serta keimanan yang kuat kepada Allah SWT bisa dijadikan acuan untuk menjadi seorang pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan agar peserta didik pun mampu menerima pengajaran dengan baik dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari.
3.1. Peserta didik
Peserta didik salah satu komponen dalam sistim pendidikan Islam. Peserta didik itu sendiri secara formal yaitu orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Ada pun menurut Syamsul Nizar ada 5 kriteria peserta didik yaitu:
1. Peserta didik bukan lah miniatur orang dewasa, sehingga menjadi tanggung jawab pendidik.
2. Peserta didik memiliki periode sasi perkembangan dan pertumbuhan
3. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani
5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
3.2. Tugas dan kewajiban peserta didik
Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka setiap peserta didik hendaknya, senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya.. Menurut Asma Hasan Fahmi tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi peserta didik diantaranya adalah.
1. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keimanan.
3. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
4. Peserta didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Kewajiban peserta didik diantaranya adalah:
1. Sebelum belajar hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat buruk.
2. Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai fadillah.
3. Wajib bersungguh – sungguh dalam belajar, wajib saling mengasihi dan menyayangi diantara sesama, bergaul baik terhadap guru-gurunya.
3.3. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik
Dalam upaya mencapai tujuan Pendidikan Islam, peserta didik hendaknya memiliki dan menanamkan sifat-sifat yang baik dalam dari dan kepribadiannya. Diantara sifat-sifat ideal ynag perlu dimiliki peserta didik misalnya ; berkemauan keras atau pantang menyerah, memiliki motivasi yang tinggi, sabar, dan tabah, tidak mudah putus asa dan sebagainya.
Berkenaan dengan sifat ideal diatas, Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip Fatahiyah Hasan Sulaiman, merumuskan sifat-sifat ideal yang patut dimiliki peserta didik yaitu ;
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah. Mempunyai ahklak yang baik dan meninggalkan yang buruk.
2. Mengurangi kecendrungan pada kehidupan duniawi disbanding ukhrawi dan sebaliknya.
3. Bersifat tawadhu’ (rendah hati).
4. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan dan aliran.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji baik ilmu umum dan agama.
6. Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan melalui pelajaran yang mudah menuju pelajran yang sulit.
7. Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih kepada ilmu yang lainnya.
8. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari
9. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat, membahagiakan, serta memeberi keselematan dunia dan akhirat.
Analisa
Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa dimana seorang anak didik masih banyak memerlukan arahan dan bimbingan oleh karenanya anak didik harus banyak memperoleh bimbingan sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangannya, Jadi pada hakikatnya seorang anak didik adalah orang yang mempunyai arti penting dalam pendidikan karena masanya yang sangat rentan dibanding pendidik, maka sudah sewajarnya pendidik yang bertanggung jawab atas perkebangan potensi peserta didik tersebut.
4.1. Kurikulum
Kurikulum berasala dari bahasa latin “Curriculum” dan terdapat pula dalam bahasa prancis “courir” artinya “to run” artinya berlari. Istilah ini digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harusc ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan disekolah.
Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan kata-kata “manhaj” yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didikanya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
William B. Ragan, sebagai dikutip S. Nasution, berpendapat bahwa kurikulum meliputi seluruh program dan kehidupan disekolah. S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya : pertama, kurikulum sebagai produk (sebagai hasil pengambangan kurikulum), kedua, sebagai program( alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), ketiga , kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan keempat, kurikulum sebagai pengalaman siswa.
4.2. Asas-asas kurikulum pendidikan Islam
Suatu kurikulum kependidikan termasuk pendidikan Islam hendaknya mengandung beberapa unsure utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode penilaian.
Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani mengemukakan bahwa asaa-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum dalam pendidikan Islam itu adalah:
1. Asas Agama
Seluruh system yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk system pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam meliputi Aqidah, Ibadah, Muamalat, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam masyarakat.
2. Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan daras filosofis, sehingga suasana kurikulum pendidikan Islam mengadung suatu kebenaran terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.
3. Asas Psikologis
Asas ini memeberi arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan memepertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan cirri-ciri perkembangan anak didik, tahapkematangan bakat, jasmani, intelektual, bahasa, emosi, dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, perbedaan individual, dan lain sebagainya yang berhubungtan dengan aspek psikoligis.
4. Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu kearah relisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakalterjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk sosial harus mendapar tempat dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini dimaksudkan agar out put yang dihasilkan pendidikan Islam adalah manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya.
Berdasarkan pada asas-asas tersebut diatas, maka kurikulum pendidikan menurut An-Nahlawi harus pula memenuhi kriteria diantaranya sebagai berikut:
1. Sistem dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk mensicukanya, dan menjaganya dari penyimpangan serta menyelamatkannya.
2. Kurikulum hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah, disamping merealisasikan tujuan aspek psikis,fisik, sosial, budaya maupun intelektual.
3. Pertahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik .
4.3. Karakteristik kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum karakteritik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan Islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dalam seluruh aktivitas dan kegiatan kependidikan dalam prakteknya. Konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan pada umumnya.
Menurut Al- Syaebany, Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam itu adalah :
1. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
2. Memperluas perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
3. Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran.
Analisa
Setelah proses demi proses yang kian panjang maka dalam pendidikan Islam diperlukan adanya kurikulum, hakekat kurikulum dalam pendidikan Islam yang sebenarnya adalah eksistensi kurikulum sebagai parameter operasionalisasi proses belajar mengajar. Oleh karenanya kurikulum tidak mempunyai makna apabila tidak dilaksanakan dalam suatu institusi dan tidak ada imbal balik antara pendidik disuatu sisi dengan peserta didik di sisi lain.
5.1. Metode Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan kependidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. bagaimana baik dan sempurnanya kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik .
Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui, sebagai dikutip oleh Mohammad Noor Syam secara teknis menerangkan bahwa metode adalah :
1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
2. Suatu teknik mengetahui ynag dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
Sementara Al-Syaebany, menjelaskan bahwa metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangaka memberikan pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam sekitar untuk mencapai proses belajar yang diinginkan.
5.2. Asas – asas umum metode pendidikan Islam
Secara umum asas-asas metode pemdidikan Islam itu menurut Al-Syaebany adalah:
1. Asas Agama, yaitu prinsip, asas dan fakta umu yang diambil dari sumber asasi ajaran Islam, yakni Al-Quran dan sunnah.
2. Asas biologis, yaitu dasar yang mempertimbangkan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia peserta didik.
3. Asas Psikologis, yaitu Prinsip yang lahir diatas pertimbangan kekuatan psikologis seperti motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesedihan, bakat dan kecakapan.
4. Asas Sosial, yaitu asas yang bersumbr dari kehidupan sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan, harapan dan tuntutan yang senantiasa maju dan berkembang.
Sementara dari sudut pandang pelaksanaannya, asas – asas metode pendidikan Islam dapat diformulasikan kepada :
• Asas Motivasi
• Asas Aktifitas
• Asas Minat
• Asas Apersepsi
• Asas Peragaan
• Asas ketauladanan
• Asas ulangan
• Asas Korelasi
• Asas Pembiasaan
• Asas Kosentrasi
• Asas Individualisasi
• Asas Globalisasi
• Asas Sosialisasi
• Asas Evaluasi
• Asas Kebebasan
• Asas Lingkungan
5.3. Karakteristik Metode Pendidikan Islam
Diantara karakteristik metode pendidikan Islam adalah:
1. Keseluruhan proses penerapan metode pendidikan Islam, mulai dari pembentukannya, penggunaannya, sampai pada pengembangannya.
2. Metode pendidikan Islam bersifat luwes dan fleksibel
3. Metode pendidikan Islam selalu berusaha menyeimbangkan antara teori dan praktek.
4. Dari segi pendidik, Metode pendidikan Islam lebih menekankan keteladanan dan kebebasan pendidik
5. Metode pendidikan Islam dalam penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi terciptanya interaksi edukatif yang kondusif
6. Metode pendidikan Islam merupakan usaha untuk memudahkan proses pengajaran dan tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam konteks itu, An-Nahlawi, mengemukakan beberapa metode yang paling penting dalam pendidikan Islam yaitu ;
1. Metode Hiwar (Percakapan) Qur’ani dan Nabawi
2. Mendidik dengan Kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi
3. Mendidik dengan amsal(Perumpamaan)
4. Mendidik dengan memberi tauladan
5. Mendidik dengan pembiasaan dan pengalaman
6. Mendidik dengan mengambil Ibrah (Pelajaran) dan muaidhah (Peringatan)
7. Mendidik dengan targhib (Membuat senang) dan tarhib (Membuat takut)
Pendapat lain yang lebih diarahkan kepada penggunaan metode pendidikan Islam secara formal adalah sebagaimana yang dikemukakan Al-Syaebany, yaitu:
1. Metode indiksi (pengambilan kesimpulan) - Metode Perbandingan
2. Metode Kuliah - Metode Halaqah
3. Metode Dialog dan perbincangan - Metode Riwayat
4. Metode Mendengar - Metode Membaca
5. Metode Imla’ - Metode Hafalan
6. Metode Pemahaman
Analisa
Dalam kaitan metode pendidikan Islam yang mempunyai peran penting dalam pendidikan Islam pada hakekatnya metode adalah suatu penerapan yang dilakukan oleh pendidik. Pada prinsipnya tidak ada metode yang paling ideal untuk semua tujuan pendidikan,semua ilmu dan mata pelajaran, semua pertumbuhan, semua tahap kematangan, semua pendidik, dan semua keadaan,yang meliputi proses pendidikan.
Oleh karena itu tidak bisa dihindarkan pendidik hendaknya mengkombinasikan lebih dari satu metode pendidikan dalam prakteknya dilapangan. Untuk itu sangat penting menerapkan metode yang relevan dengan semua situasi sehingga tujuan dapat tercapai dengan maksimal.
6.1.Materi Pendidikan
Yaitu bahan – bahan atau pengalaman – pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik. Dalam pendidikan Islam materi pendidikan ini seringkali disebut dengan istilah maddatut tarbiyah. Proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri – cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah.
Ada beberapa pendapat ulama tentang materi yang harus di berikan terhadap anak didik:
1. Menurut Umar bin Khatab, seorang anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dalam sajak terbaik. Semua ini diajarkan setelah anak mengetahui prinsip-prinsip agama Islam, mengahafal Al-Qur’an dan mempelajari al-hadist.
2. Ibnu Sina mengemukakan, bahwa mendidik anak hendaknya dengan memepelajari Al-Qur’an.
3. Ibnu Thawam berpendapat, setelah anak hafal Al-Qur’an hendaknya anak tersebut diajarkan menulis,berhitung dan berenang.
4. Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan Al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar dan hukum-hukum agama.
5. Al-Jahiz dalam bukunya Risalat al-Mu’allimin mengatakan bahwa sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukan dengan ilmu nahwu semata. Cukup mereka dapat membaca, menulis dan berbicara dengan benar .
Pendapat para ulama diatas, dapat difahami bahwa materi pendidikan Islam yang paling utama adalah Al-Qur’an,baik keterampilan membaca, mengahafal, menganalisa sekaligus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Analisa
Materi adalah salah satu komponen penting yang harus disesuaikan dalam pendidikan Islam, karena akan menyebab kan kesalahan yang sangat besar apabila sebuah materi pembelajaran tidak disusun sedemikaian rupa, maka hakikat dari pada penggunaan dan penyesuaian materi adalah agar peserta didik mampu terarah dengan baik, tidak hanya sekedar belajar tanpa meteri yang dipersiapakan dengan matang dan disesuaikan dengan usia perkembangan peserta didik.
7.1. Evaluasi pendidikan
Rangakaian akhir dari suatau proses kependidikan Islam adalah Evaluasi atau penialaian. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukannya evaluasi out put yang dihasilkannya. Maka secara sederhana Evaluasi pendidikan dapat diberikan batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam pendidikan Islam.
Dalam ruang lingkup yang terbatas, Evaluasi dilakukan adalah dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi kepada peserta didik, sedangkan dalam ruang lingkup yang luas, Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen ynag terlibat di dalamnya) dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan serta pelaksanaan dan berakhir pada kepribadian muslim.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam. Pertama, dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya. Kedua, dari segi peserta didik, evaluasi berguna untuk peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkahlaku secara sadar kea rah yang lebih baik. Ketiga, dari segi ahli fakir pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk mengetahui kelemahan-kelemahan teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam merumuskan teori itu kembali, pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman. Keempat, dari segi politik mengambilkebijakan pendidikan Islam (pemerintah) evaluasi berguna untuk membantu mereka dalam membenahisistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapakan.
7.2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam secara rasional filosofis adalah bertujuan untuk membentuk al-insan al-kamil atau manusia paripurna. Pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu : pertama, dimensi dialektikal horizontal. kedua, dimensi ketundukan vertical.
Pada dimensi dialektikal horizontal pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkrityeng terkait dengan diri,sesame manusia, dan alam semesta. Sedangkan pada dimensi kedua, pendidikan sains dan teknologi selain menjadi alat untuk memanfaatkan juga hendaknya menjadi jembatan dalam mencapai thubungan yang abadi dengan sang khalik.
Secara umum tujuan dan fungsi evaluasi pendididkan Islam diarahkan kepada dua dimensi diatas. Secara khusus tujuan pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Sebagai tindak lanjut dari tujuan ini adalah untuk mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan lemah.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) disbanding aspek kognitif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yng secara garis besarnya meliputi empet hal, yaitu:
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhan.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah,anggota masyarakat,khalifah Allah SWT.
Keempat kemampuan dasar tersebut dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis yaitu :
1. Sejauhmana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriyah berupa tingkahlaku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
2. Sejauhmana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat seperti ahklak mulia dan disiplin.
3. Bagaiman peserta didik mengolah dan memelihara serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.
4. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
7.3. Sistem Evaluasi Dalam pendidikan Islam
Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam adalah mengacu pada system evaluasi yang digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagaimana telah dikembangkan oleh Rasullanya Muhammad SAW. maka secara umum system evaluasi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan.(QS. Al Baqarah 2:155)
2. Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasullullah Saw kepada umatnya (QS. An-Naml 27:40)
3. Untuk menentukan klasifikasi tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang.(QS. Ash Shaaffat 37: 103-107)
4. Untuk mengukur daya kognisi hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya.(QS Al Baqarah 2:31)
5. Memberi semacam tabsyir bagi yang beraktifitas baik, dan memberi semacam iqab bagi mereka yang beraktifitas buruk (QS. Az-Zalzalah 99: 7-8)
6. Allah dalam mengevaluasi hambanya tanpa memandang formalitas tapi memandang subtansi dibalik tindakan hambanya.(QS. QAl-Hajj 22;37)
7. Allah memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian menjadi ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah 5:8) .
Analisa
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses pendidikan dimana hakekat evaluasi adalah sebagai imbal balik antara pendidik dan peserta didik atau feed beck, berhasil atau tidakkah seorang pendidik mentrasfer ilmu pengetahuannya kepada peserta didik atau dalam arti lain untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam dengan komponen dan unsure yang terlibat didalamnya.
Oleh : Feby Pancawati
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta : 2008
www.google.com (ruang lingkup ilmu pendidikan Islam)
Mortimer J. Adle, Philosophies Of Education.
Herman H. Horne, Philosophies Of Education.
William Mc Gucken, SJ, Philosophies Of Education.
Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani, Falsafah Pendidikan Islam.
Rasyidin, MA. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat pers: Jakarta: 2005..
Arif Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Ciputat Pers.Jakarta 2002.
Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam ( IPI ). Pustaka Setia, Jakarta : 1995
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam.Logos Wacana Ilmu.Jakarta : 2001